Pengarang : Dian Dayani
Kisah Dela

“Tuhan, kirimkan seseorang yang mencintaiMu, aku dan keluargaku dengan tulus,” pinta Dela di tengah keheningan malam. Tak lama kemudian, sebuah panggilan SMS berdering tanpa nama. “Nomer siapa nih?” tanya Dela dalam hati sambil menggenggam handphonenya.
Dela segera membalas SMS Yudha, teman satu sekolahnya dengan perasaan campur aduk. “Hai, Yud. Oke sip. Hehehe..”
“Hehehe. Lagi apa lo? Sorry ya gue SMS lo malem-malem. Baru ada pulsa buat SMS lo nih. Hehehe..”
“Gapapa kok, Yud. Kebetulan gue lagi ga ada kerjaan. Cuma lagi ngelihat bulan sabit aja. Hahaha..”
“Loh? Emang kenapa dengan bulan sabit?”
“Menurut gue sih, kalo kita lagi jatuh cinta, lihat bulan sabit, maka orang yang kita cintai akan tersenyum ngelihat kita. Itu kalo menurut gue.”
Semenjak itu, pembicaraan di antara mereka terus terjalin dengan baik. Semakin lama mereka pun menjadi akrab. Setiap hari, Yudha selalu memberikan perhatian yang lebih kepada Dela.
Memang sih, secara fisik, Yudha terlihat seperti teman laki-laki Dela yang biasa-biasa saja. Selalu berpakaian rapih, ramah, dan terkesan agak ‘cupu’. Namun beda halnya jika di mata Dela. Yudha terlihat begitu sempurna. Entahlah...
Keakraban yang terjalin kurang dari setahun itu ternyata menjadikan mereka semakinnyambung satu sama lain. Sehari saja Dela tidak SMS Yudha, ia merasa ada yang kurang. Begitu juga sebaliknya.
***
Hingga pada suatu sore, ketika pulang sekolah, Yudha datang ke kelas Dela. Dela yang sedang asik menyapu kelasnya bersama tiga orang temannya pun merasa terkejut dengan kedatangan Yudha yang langsung menghampirinya.
“De..Dela...,” ucapan Yudha terbata-bata.
Dela menghentikan sejenak bersih-bersihnya. “Kenapa, Yud?”
“Ada yang mau gue omongin sama lo. Boleh ngobrol sebentar nggak?”
“Yah tanggung nih, Yud. Bentar ya.”
“Iya.”
Setelah Dela selesai menyapu ruang kelasnya, Yudha pun menghampirinya lagi.
“Udah kan?” tanya Yudha.
“Udah kok. Oh iya, tadi lo mau ngomong apa?”
“Del, kita kan udah lama kenal. Gue...,”
“Iya, lo kenapa?”
“Gue suka sama lo...”
Mendengar ucapan Yudha itu, perasaan Dela makin tidak menentu. Kepalanya menunduk. “Gue juga suka sama lo, Yud.” ucapnya dalam hati.
“Del, lo mau nggak jadi pacar gue?”
Dela menatap Yudha dengan heran. Ia melihat cinta di mata Yudha.
“Del, jawab dong. Jangan diem aja.”
“Eh... iya.”
“Iya apa?”
“Hmm... gue mau kok jadi pacar lo, Yudha.”
“Serius?”
“Iya.”
Keduanya tersenyum.
“Makasih ya. Yuk kita pulang, udah sore nih.” Yudha menggandeng tangan Dela.
“Iya.” Dela berjalan di samping Yudha dengan perasaan lega. Orang yang selama dua tahun ini ia cintai, ternyata juga mencintainya.
***
Hari berlalu seiring bergantinya malam dan kembalinya siang.
Dua bulan sudah, Dela dan Yudha menjalin cinta. Cinta Dela pun semakin dalam, begitu juga Yudha.
Pada suatu pagi, Dela bertemu dengan Yudha di kantin sekolah.
“Yudha!”
Yudha segera menghampiri Dela, pacarnya.
“Kenapa, Del?”
“Sebentar lagi kan ada try out. Lo mau nggak kita bersaing sehat biar bisa dapet nilai yang paling tinggi di sekolah ini?”
“Wah...boleh juga tuh! Kalo nilai gue lebih kecil dari lo, gimana?”
“Hmm...gini deh. Siapa yang nilainya lebih besar di antara kita berdua, yang kalah harus dikasih hukuman.”
“Apa hukumannya?”
“Yang kalah harus ngasih hadiah sama yang menang. Gimana?”
“Oke, deal!”
“Selamat berjuang ya, Yud!”
Itulah cara Dela mencintai orang lain. Ia ingin selalu bersama dengan orang yang ia cintai dan melihatnya bahagia dengan pilihannya. “Gue mau kita berdua bisa sama-sama sukses, Yud.” ucapnya dalam hati.
***
Try out tingkat SMP yang diadakan serempak seIndonesia baru saja selesai. Seluruh siswa-siswi menunggu hasil try out dengan cemas, terutama Dela.
Seminggu kemudian, hasil try out diumumkan.
“Dela!”
“Hai, Yud. Gimana hasil try out lo?”
“Lumayan. Nih...” Yudha menunjukkan nilainya kepada Dela.
“Wah... bagus kok, Yud. Selamat ya!”
“Makasih. Pasti nilai lo lebih tinggi dari gue. lihat dooong!”
“Nih...” Dela menunjukkan nilainya kepada Yudha.
“Yee, ini sih lo yang lebih bagus daripada gue. berarti gue kalah dong? Yaaah...”
“Enggak kok, Yud. Lo tetap menang. Buktinya nilai lo nggak ada yang jelek kan?”
“Iya sih. Yaudah, tunggu hadiahnya yaa. Hehehe.”
***
Keesokan harinya, diam-diam Yudha menemui sahabat Dela, Fina.
“Fin, gue butuh bantuan lo nih.”
“Bantuan apa, Yud?”
“Gue mau ngasih sesuatu ke Dela. Tapi gue bingung mau ngasih apa. Lo pasti tau kan kesukaan Dela apa?”
“Hmm...setau gue sih dia suka Tweety.”
“Yakin nih?”
“Iya. Yakin kok.”
***
Seminggu kemudian, Yudha memberikan sebuah boneka Tweety kesukaan Dela.
“Del, nih buat lo. Sebagai bukti kalo gue beneran sayang sama lo.”
Dela hanya tersenyum. Ia tidak pernah merasakan perasaan yang senyaman ini sebelumnya.
“Makasih banyak ya, Yud.” Dela menerima hadiah dari Yudha sambil tersipu malu. “Tanpa bukti materi pun, gue udah yakin cinta lo ke gue tulus kok, Yud.” sahutnya dalam hati.
***
Empat bulan sudah Dela dan Yudha menjalani hubungan itu. Setiap masalah yang datang, mereka hadapi dengan kepala dingin. Meskipun Dela keras kepala, namun Yudha selalu mengingatkannya untuk bersabar. Sekali pun, Yudha tidak pernah memarahi atau hanya sekedar membentak Dela. Dela pun semakin mengagumi ketulusan hati Yudha. Ia tidak pernah merasakan semua itu sebelumnya. Dela benar-benar sudah melupakan masa lalunya yang pahit dengan mantan pacarnya yang selalu menyakiti hatinya.
***
Sebulan menjelang Ujian Nasional, Dela dan Yudha semakin meningkatkan belajarnya. Mereka tidak mau mengecewakan kedua orang tua mereka.
“Yud, sebentar lagi kan kita mau ujian. Gimana kalo kita lebih jaga jarak? Supaya kita nggak terganggu belajarnya satu sama lain.”
“Tapi kita nggak putus kan?”
Dela tersenyum. “Enggak kok, Yud.”
Hari demi hari menjelang ujian, Dela mulai merasa kehilangan Yudha. Meskipun Yudha bukan benar-benar pergi darinya. Setiap kali ia memegang handphonenya hanya untuk menghubungi Yudha, ia teringat dengan tujuan utamanya. Agar cita-cita dan masa depan ia dan Yudha tetap menjadi kenyataan. “Yud, gue kangen sama lo.” Dela memeluk boneka Tweety pemberian Yudha beberapa bulan lalu.
Usai belajar untuk persiapan ujian nasional yang tinggal menghitung hari lagi, ia berdiri di balik jendela kamarnya sambil memandang langit malam. “Bulan sabit!” serunya dalam hati. “Semoga Yudha baik-baik aja. Semoga cita-cita lo terkabul. Aamiinnn..” pintanya pada Tuhan sambil menatap indahnya bulan sabit.
Di tempat berbeda dalam waktu yang bersamaan, Yudha sedang duduk di balkon rumahnya. Ia melihat terangnya bulan sabit. Ia teringat ucapan Dela, “kalo kita lagi jatuh cinta, lihat bulan sabit, maka orang yang kita cintai akan tersenyum ngelihat kita.” Yudha tersenyum sendiri mengingat ucapan Dela, dan segera melanjutkan belajarnya.
Malam sudah larut dan dingin. Dela segera berbaring tidur dan berharap hari esok jauh lebih indah dari hari yang sebelumnya. Begitu juga dengan Yudha.
***
Hari pertama ujian nasional akan dimulai hari ini.
Pagi-pagi sekali Yudha sudah tiba di sekolah. Sementara Dela nyaris saja terlambat.
Setibanya Dela di ruang kelas, ia melihat Yudha sedang ngobrol dengan teman-temannya. Dela sangat senang karena ia satu ruangan dengan Yudha. Ia ingin sekali menyapa Yudha, tapi ada perasaan canggung dalam dirinya.
“Hai, Del. Lo baru dateng?” teriak Anis, teman seruangan Dela.
“Eh, Anis. Iya nih. Kesiangan. Hehehe..” jawab Dela dengan langkah tergesa-gesa.
Yudha tersenyum mendengar alasan Dela. Dela yang melihat Yudha pun jadi salah tingkah.
Lima menit kemudian, “Kriiiiiiiiing.” bel masuk berbunyi. Menandakan ujian nasional segera dimulai.
Empat hari ujian nasional berlangsung. Ada siswa yang merasa puas dengan jawaban mereka, ada pula yang kecewa meskipun ujian baru saja selesai dan belum diketahui hasilnya.
Dela dan teman-temannya saling berdiskusi membahas soal ujian.
“Dela!” suara Yudha memanggil.
Dela menoleh. “Yudha?” tanyanya sendiri dalam hati.
“Kenapa, Yud?”
“Gimana ujiannya?”
“Alhamdulillah nggak terlalu susah. Lo gimana?”
“Alhamdulillah juga. Eh iya, nanti sekolahnya mau nerusin kemana?”
“Insyaallah kalo dapet sih negeri. Lo dimana, Yud?”
“Gue disuruh di sekolah aliyah sama bokap gue.”
Mendengar ucapan Yudha, Dela merasa seperti harus merelakan orang yang ia cintai jauh darinya. Ia hanya diam. Membayangkan kalau nanti ia akan jauh dari orang yang benar-benar mengerti hatinya. Ia hanya menunduk.
“Del... lo kenapa? Kok diem?”
“Gapapa kok, Yud. Eh, gue pulang duluan ya. Bye!”
Yudha heran melihat tingkah Dela yang tiba-tiba berubah. Ia hanya bisa bertanya dalam hati, “Apa ada yang salah dengan ucapan gue?”
Malam harinya, Yudha menelfon Dela. Tapi Dela tidak mau mengangkat telfon dari Yudha.
Yudha pun mengirim SMS untuk Dela, “Del, lo kenapa sih? Gue salah ngomong ya?”
“Mau ngomong. Tapi janji nggak marah ya?” balas Dela.
Tanpa berpikir lama lagi, Yudha segera menelfon Dela.
“Hallo...”
“Yudha...,”
“Iya, Del. Lo kenapa? Kalo gue ada slah ngomong, lo bilang aja ya. Jangan ada yang dipendam, oke?”
“Gue takut...,”
“Takut kenapa?”
“Gue takut kehilangan lo, Yud. Gue nggak mau jauh dari lo. Gue..., gue takut kalo nanti lo sayang sama orang lain selain gue.” suara Dela terasa berat.
Yudha menghela nafas. Ia segera melanjutkan pembicaraan, “Del, meskipun kita beda sekolah, kita kan masih bisa komunikasi. Gue juga nggak mau jauh dari lo. Kita kan bisa ketemu kalo hari libur.”
“Kalo lo suka sama orang lain di sekolah lo nanti, gimana?”
“Del, itu nggak mungkin! Kalopun iya, gue juga nggak bakal bisa ngelupain lo secepat itu. Gue juga nggak mungkin bisa nyari pengganti lo.”
“Janji?”
“Iya, sayaaang. Udah yaa. Jangan bahas in lagi. oke?”
“Iya deh. Hehehe...”
Setelah itu, hubungan mereka pun kembali membaik dan berjalan seperti biasanya lagi.
***
Sebulan setelah pengumuman kelulusan, seluruh siswa yang dinyatakan lulus ujian nasional tingkat SMP, akan melanjutkan pendidikan di SMA pilihan mereka. Dela dan Yudha pun harus menjalani hubungan jarak jauh karena berbeda sekolah. Itulah yang menjadi kekhawatiran Dela dalam suatu hubungan.
Sudah beberapa hari di SMA masing-masing, Yudha belum juga memberi kabar kepada Dela. Dela terus dihantui rasa curiga. Ia benar-benar takut kalau saja nanti ada orang yang menggantikan posisinya di hati Yudha.
Tak lama kemudian, Yudha mengirimkan SMS, “Delaaa, maaf banget ya baru sempet ngabarin. Gue baru beli pulsa nih. Hehehe. Lo lagi apa? Gimana di sekolah yang baru?”
Baru saja Dela ingin membalas SMS Yudha, satu SMS lagi diterima dari nomer yang tidak dikenal. “Hai Delaaa... ini gue Diyo. Apa kabar? Kangen nih udah lama nggak ketemu dan SMSan sama lo. Hehehe...” Dela tersentak setelah mengetahui bahwa SMS itu adalah dari mantan pacarnya yang sudah menyakiti hatinya dulu.
Entah apa yang merasuki pikiran Dela, hingga ia mau membalas SMS dari Diyo dan mengabaikan pesan Yudha. “Baik. Iya udah lama ya.” niat hatinya untuk membalas rasa sakit hatinya yang dulu pun muncul kembali.
Satu pesan diterima!
“Pasti dari Diyo!” ujarnya dalam hati.
Ternyata dari Yudha! “Del, kok sms gue nggak dibales? Jangan marah yaa.”
Dela yang sebenarnya sudah lama menunggu SMS dari Yudha, dengan mudahnya mengabaikan pesan Yudha, pacarnya. Niatnya semakin bulat untuk balas dendam kepada Diyo, orang yang dulu selalu menyakiti hatinya.
Sikap Dela semakin berubah kepada Yudha seiring dengan kehadiran Diyo di antara mereka. Dela justru lebih mengutamakan untuk membalas pesan dari Diyo daripada pesan dari Yudha, orang yang sangat berarti di saat ia kecewa karena Diyo.
“Del, gue masih sayang sama lo. Lo mau nggak jadi pacar gue lagi?” sebuah pesan dari Diyo yang membuat Dela bingung harus berkata apa lagi. Hatinya pasti memilih Yudha.
“Gue udah punya pacar, Yo.”
“Lo kan bisa mutusin pacar lo. Dan nerima gue jadi pacar lo lagi.”
Hati Dela terasa berat. Di satu sisi, ia ingin selalu bersama Yudha. Tapi di sisi lain, ia hanya ingin balas dendam kepada Diyo.
“Gue pikir-pikir dulu deh!” jawab Dela singkat.
“Gue tunggu sampe tanggal delapan Agustus ya!” balas Diyo.
***
Tanggal delapan Agustus tinggal seminggu lagi. “Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?” Dela memohon agar diberi petunjuk oleh Tuhan.
Dalam mimpinya malam itu, Dela hanya melihat Yudha. Yudha yang benar-benar tulus mencintainya, bukan Diyo. Tapi hatinya masih terlalu sakit untuk memaafkan Diyo. Dela merasa harus membalas sakit hatinya itu.
Lama kelamaan, Dela semakin tidak memerdulikan keberadaan Yudha. Yang ada di benaknya hanya untuk balas dendam kepada Diyo.
“Oh My God! Besok itu kan tanggal enam Agustus ulang tahunnya Yudha! Ya Tuhaaan...apa yang harus aku lakukan?” gumamnya sendiri.
Dela sibuk memikirkan apa yang harus ia lakukan dan siapa yang harus ia pilih.
Keesokan harinya, ia memutuskan untuk menemui Yudha.
Sore harinya, mereka pun bertemu. Dela tidak berani menatap mata Yudha. Hatinya tidak ingin bicara. Ia hanya ingin tetap seperti itu, bersama Yudha. Tapi niat dendamnya kepada Diyo lebih kuat daripada cintanya kepada Yudha saat itu.
Dela hanya bisa berkata, “Selamat Ulang Tahun.” Tanpa apapun yang istimewa untuk orang yang selama ini mengistimewakannya. Tanpa senyuman, tanpa apapun yang membuat Yudha bahagia. Tanpa kejutan dan hadiah seperti yang Yudha berikan untuk Dela di hari ulang tahunnya. Meski begitu, Yudha masih bisa memberikan senyuman untuk Dela. Mungkin senyuman itu akan menjadi yang terakhir untuk ia berikan kepada Dela. Setelah benci dan sakit hati yang menguasai dua remaja itu.
Keesokan harinya, Dela bertekad untuk mengakhiri hubungannya dengan Yudha yang sudah terjalin selama hampir enam bulan itu.
Melalui pesan singkat, tanpa berpikir panjang, Dela mengirimkan sebuah pesan kepada Yudha, “Yud, kayaknya hubungan kita udah nggak cocok lagi deh. Mendingan udah sampe di sini aja ya.”
Tak lama kemudian, Yudha menelfon Dela.
“Hallo, Del... lo kenapa ngomong kayak gitu?”
“Gue serius, Yud. Gue ngerasa hubungan ini udah nggak cocok lagi.”
“Tapi kenapa? Gue ada salah? Ngomong aja.”
“Enggak kok, Yud. Lo udah baik banget sama gue. tapi gue nggak bisa ngejalanin hubungan ini lagi. Tolong ngertiin gue kalo emang lo sayang sama gue.”
Yudha hanya diam, ia membalas ucapan Dela cukup lama, “Oke, kalo itu mau lo.” Yudha pun menutup telponnya.
Setelah sadar dengan ucapannya, air mata Dela jatuh membasahi pipinya. Ia ingin menarik ucapannya tadi. Tapi ia tahu, Yudha begitu marah dan kecewa dengannya. Ia takut untuk sekedar minta maaf. Setiap hari Dela bernafas dengan rasa bersalah kepada Yudha. Ia terpaksa menjalani hubungan dengan Diyo hanya untuk melampiaskan dendamnya.
***
Setahun sudah Dela berpisah dengan Yudha, mungkin tidak akan pernah bertemu kembali. Atau jika keajaiban datang suatu saat.
Sedangkan Dela telah terbangun dari mimpi buruknya karena bertemu Diyo. Benar saja. Dela tidak sedikit pun bahagia dengan hubungannya bersama Diyo di atas dendam dan sakit hatinya dulu. Hingga akhirnya Dela berhasil membalaskan dendamnya kepada Diyo. Kini, Diyo pun merasakan yang ia lakukan terhadap Dela dulu.
Setelah putus dengan Diyo, Dela menjalani hari-harinya dengan seperti biasa. Ia mencoba menghilangkan segala tentang Yudha, tapi hatinya berkata, “Semakin gue mencoba untuk ngelupain lo, justru semua tentang lo semakin gue ingat.”
Hati kecilnya begitu sangat ingin bertemu Yudha. Hanya untuk berkata, “Please, forgive me...” Atau sekedar menyanyikan lirik lagu favorit mereka berdua,
“I wish i could just make you turn around. Turn around and see me cry. There’s so much i need to say to you. So many reasons why, you’re the only one, who really knew me at all.”
Dela tahu benar hati Yudha yang teguh pendiriannya. Ia tidak ingin memaksakan Yudha untuk mencintainya lagi. Hanya saja ia belum bisa menerima jika sekarang sudah ada yang lain di hati Yudha. Hanya saja ia belum sanggup menyingkirkan semua kenangannya bersama Yudha. Mungkin dengan doa, semoga Yudha benar memaafkannya. Walaupun ia harus menyadari satu hal, jika saja Yudha tidak ingin lagi bertemu dengannya.
Hampir setiap hari, setelah tiga tahun berpisah dengan Yudha, Dela masih mencari informasi tentang kabar Yudha melalui jejaring sosial.
Sampai pada suatu saat Dela melihat status Twitter Yudha, “ Hey, Maya! Kamu memang yang terbaik yang pernah aku kenal.”
Dela tersentak mengetahui bahwa saat ini telah ada yang menggantikan posisinya di hati Yudha, “Gue nggak mungkin bisa melihat lo tersenyum bersamanya, Yud. Entahlah, gue begitu egois. Seharusnya gue bahagia mengetahui kalau ada yang lebih baik dari gue buat lo.” Dela hanya bisa menangis dan memeluk boneka Tweety pemberian Yudha tiga tahun lalu.
Suatu hari Dela pun mendatangi rumah Yudha untuk sekedar memberikan Scrabe book yang dibuatnya sendiri selama dirinya merasa kehilangan tanpa sosok Yudha yang menemaninya.
“Tok...Tok...Tok..., Assalamu’alaikum.” Dela mengetuk pintu rumah Yudha.
“Wa’alaikum salam.” jawab Fani, adik kandung Yudha.
“Hai, Fan. Kak Yudhanya ada?”
“Yah kak, kak Yudha lagi jalan sama kak Maya.”
Dela tertegun sejenak mendengar ucapan Fani.
“Oh gitu... Yaudah deh, aku cuma mau nitip ini aja kok.” Dela memberikan Scrabe Book yang dibungkus dengan kertas putih polos.
“Oke kak.” ujar Fani.
“Oh iya, Fan. Kamu jangan bilang Yudha ya kalo ini dari aku. Kamu letakkan aja di meja belajarnya. Hmm... satu lagi. Kamu jangan kasih tau Yudha ya kalo aku ke sini.
“Iya kak, beres deh.”
Tanpa panjang lebar, Dela pun pamit pulang. Baru saja ia melewati jalan kompleks dengan taksi, ia melihat mobil Yudha memasuki kompeks. “Itu pasti Maya!” ujarnya dalam hati ketika melihat seorang wanita yang cantik duduk di samping Yudha.
Tak mengapa bagi Dela, karena mungkin setelah ini, Dela akan tenang tanpa ada perasaan bersalah dalam hidupnya lagi. Ia berharap Yudha akan menemukan semangat baru untuk hari ini dan selamanya demi melanjutkan keinginan Dela yang belum terpenuhi, yaitu melihat Yudha berdiri tegar demi cita-cita dan masa depannya. Meski dalam hati kecilnya, ia masih sangat membutuhkan sosok Yudha dalam kesehariannya.
Suatu hari mereka bertemu kembali setelah empat tahun lost contact,Dela semakin menyadari bahwa belum ada yang bisa menggantikan posisi Yudha di hatinya. Meskipun ia harus menerima kenyataan bahwa Yudha sudah benar-benar tidak memedulikannya lagi, tentang hatinya, tentang keadaannya.
“Meskipun lo udah ngelupain gue, tapi gue masih nggak tau cara terbaik buat menghilangkan semua tentang lo dari bayang-bayang gue, Yud.” Gumam Dela dalam hati. ia masih berharap suatu saat nanti pula Yudha akan mengisi hari-harinya lagi. Hm... Walaupun hanya dalam mimpinya.
**********************************
Posting Komentar